.
Diberdayakan oleh Blogger.

UMUM

Diposting oleh fridotyas-blog Sabtu, 27 November 2010

Sejarah Bulutangkis Di Asia
Abad ke - 19, ketika Inggris mengolonisasi negara-negara di Asia, seperti Jepang, Republik Rakyat China, dan Siam (Thailand), maka para tentara Britania itu rupanya turut menularkan olahraga bulutangkis. Namun, pada masa itu permainan bulutangkis belum dimainkan dengan cara satu lawan satu, dan belum ditambahi jaring / net. Tapi, seiring waktu berjalan permainan bulutangkis mulai berkembang sehingga cara permainannya bertambah dengan dipasangi jaring / net, permainannya juga bisa dimainkan untuk dua orang saling dibuat berlawanan.
Catatan sejarah yang lain, juga mengatakan, olahraga bulutangkis berkembang di Mesir kuno sekitar 2000 tahun lalu. Selain disebut berasal dari negara yang memiliki bangunan Piramida tersebut, India dan Tiongkok juga disebut sebagai salah satu negara asalnya. Pada masa kuno itu, bulutangkis yang dimainkan dengan kok tanpa raket dan jaring ini justru menggunakan kaki dengan pola permainan bola kok jangan sampai menyentuh tanah


Tegal Pengekspor Shuttle Cock Dunia
Hasil kerja dari home industri di kota Tegal - Jawa Tengah, mampu menghasilkan bola bulutangkis (shuttle cock) dengan kualitas kelas dunia. IBF (International Badminton Federation) mencatat tiga merek bola kok dari sana seperti Garuda, Gajah Mada, dan Sinar Mutiara, berhak menerima standart sertifikat kelayakan internasional.
Di kota yang beribukota di Slawi ini, bola kok berkualitas kelas dunia yang dihasilkan tersebut berbahan dari bulu itik Manila (entok). Berbeda dengan produk dari daerah lain yang umumnya menggunakan bahan dasar dari bulu ayam.
Bila bahan-bahan seperti bulu itik Manila yang berkualitas, dijadikan rangkaian bahan membuat kok, oleh rumah industri di Tegal didatangkan dari lokal. Maka bahan berkualitas lainnya yang juga dipilih khusus, seperti lem dan gabus didatangkan tidak dari lokal tetapi dari negara Thailand dan Korea Selatan.
Usaha home industri bola bulutangkis yang tersebar di kota Tegal tersebut banyak dijumpai di kecamatan Tegal Timur dan Tegal Selatan.

Memoar Indonesia Grand Prix Gold : Kapan Lagi?
Timpakul, Maskot Turnamen
Stadion Palaran sontak menjadi pusat gravitasi para penghuni Kota Samarinda. Selang wantu antara tanggal 12-17 Oktober, sebagian dari mereka berkunjung setiap hari. Mengunjungi stadion kebanggaan masyarakat kota tepian sungai Mahakam itu untuk menyaksikan laga bulutangkis dunia.

Tak peduli berapa rupiah yang harus mereka rogoh dari saku masing-masing, untuk mendapat selembar tiket yang mengesahkan kehadiran mereka di bangku tribun stadion. Sesuatu yang unik pun terjadi, memang tak ada calo, tapi tahukah anda, bahwa di Palaran ini tiket sudah dijual sejak hari pertama? Ya, hari pertama. Saat babak kualifikasi saja, panitia telah membandrol seharga Rp 50.000 per lembar. Harga itu berlaku hingga perempat final, sedangkan di semifinal dan final panitia membandrol tiket di angka Rp 100.000.

Jarangnya event besar di kota tersebut, membuat para penonton tak segan untuk mengeluarkan rupiah. Seorang penonton bermana Septy pun tak luput untuk terus merogoh koceknya. Ia mengakui hingga semifinal ia telah menghabiskan Rp 250.000, hanya untuk tiket. Ini artinya ia tak pernah absen menonton sejak hari pertama,

“Kapan lagi ada acara seperti ini. uang yang dikeluarkan tak seberapa, dibanding dengan pertandingan yang bisa di tonton langsung,” tuturnya.

Kota dengan UMR sekitar Rp 800.000 ini memang memiliki biaya hidup yang tinggi. Satu kali naik angkutan umum, yang disana disebut sebagai taksi, adalah Rp 3.000. Tidak peduli sedekat apa anda menggunakan “taksi” itu, anda harus tetap membayar Rp 3.000 mungkin seperti kopaja di ibukota, jauh dekat satu harga.

Comment Wall Pada Turnamen Indonesian Grand Prix Gold 2010Lain halnya dengan remaja-remaja tanggung, yang rela menunggu berjam-jam di depan hotel untuk bisa mendapatkan foto bersama atlet. Segerombolan gadis muda, rela menunggu hingga pukul 22.00 WITA untuk menunggu Taufik Hidayat yang tak kunjung datang. Sang idola pun baru tiba di hotel sekitar pukul 23.00. Saat disampaikan bahwa beberapa penggemarnya menunggunya, sang idola hanya tersenyum dan berujar,

“Masa sih? Emang pada nggak ngantuk ya,” kelakarnya.

Tapi di malam sebelumnya, segerombolan remaja berhasil mendapatkan foto bersama Aa Opik, panggilan akrab Taufik. Mereka pun langsung membubarkan diri setelah berhasil mendapat foto bersama. Sebut saja Indah, salah satu mahasiswa yang “nangkring” di lobby hotel. Ia memang tak sempat ke Palaran karena studinya, tetapi ia rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekedar foto. Lagi-lagi komentarnya sama, “Kapan lagi?”


Jalan Berliku Menuju Samarinda
courtesey : Dinas Pariwisata & Kebudayaan
Samarinda – Jika anda ingin berangkat dari Jakarta menuju Samarinda, anda harus siap dengan perjalanan yang melelahkan. Hal ini akan mulai dari anda menunggu di bandara untuk boarding dan take off pesawat, kemudian anda pun akan menghabiskan idelnya 110 menit di pesawat untuk bisa tiba di bandara Sepinggan Balikpapan. Ini artinya, anda tidak bisa langsung menuju Samarinda, dan artinya juga anda akan menempuh perjalanan darat selama dua sampai tiga jam.

Anda akan takjub melihat pemandangan di sekitar anda, dimana kiri kanan anda hanya ada bukit dan pohon. Mungkin anda pun malah akan berfikir jika Samarinda ini adalah sebuah kota di tengah hutan. Jalur puncak, tak akan apa-apanya jika anda melalui jalur Balikpapan – Samarinda.

Di tengah perjalanan, anda akan menemui sebuah bukit yang dinamakan bukit Soeharto. Konon katanya bukit ini dulu memang dimiliki si pemilik nama, makanya dinamakan demikian. Setelah melalui bukit Soeharto, anda akan melalui perkampungan Suku Bugis, para transmigran dari Pulau Jawa. Rumah sederhana, tapi jangan kaget, di halaman rumah mereka terpasang antena parabola.

GOR Palaran sendiri terletak di pinggir kota Samarinda. Dari hotel tempat saya menginap, saya harus menempuh perjalanan selama 30 hingga 40 menit di kota yang tidak terlalu macet ini. Sebagian besar atlet yang tampil mun mengeluhkan perjalanan yang panjang ini. Tak terkecuali sang juara Tunggal Putri, Ratchanok Inthanon.

“Tempatnya jauh, saya sangat lelah,” ucapnya.

Apalagi dia juga tak jarang harus melakoni partai tiga game untuk menundukkan lawan-lawannya. Bahkan para punggawa Pelatnas pun berkomentar seiring.
“Jalannya parah,” ucap Muhammad Rijal.

Belum lagi fasilitas listrik di salah satu pulau penghasil energy terbesar ini. Bahkan kami para wartawan diperingatkan oleh panitia setempat untuk memberitahukan jika listrik mati.

“Jika listrik mati, tolong diberitahukan kepada kami, akan kami siapkan listrik cadangan,” ucap salah satu panitia.

Satu hal lagi, di dalam stadion anda bisa menemukan pertandingan kelas dunia. Di halaman stadion, saat menjelang malam hingga hari gelap, anda akan menemukan pasar malam. Jika biasanya yang dijual hanya pernak pernik seputar bulutangkis, tapi tidak di Palaran ini. Panggung hiburan dan band tidak ketinggalan ditambah dengan penjual cenderamata, amplang bahkan azimat, ditambah ada permainan sling shot di ujung tempat pameran. Sebuah perjalanan yang tak akan bisa dilupakan siapapun, mungkin Lin Dan akan sedikit kecewa karena tidak turut merasakan berlikunya jalan menuju Samarinda.


Jenna Gozali, Pemain Ganda Putri Masa Depan
jenna gozali
Nama Jenna Gozali melejit akhir-akhir ini. Deretan prestasi yang diraihnya membuat ia mampu menembus peringkat 100an dunia ganda putri. Jenna yang tergolong baru di pelatnas mampu menyalib meninggalkan rekannya yang lebih dulu masuk di pelatnas pratama. Kebijaksanaan pelatnas yang mengirimkan pemain pratama mengikuti Sirkuit Nasional (Sirnas) membuat kemampuanya semakin terasah. Di ajang nasional, pasangan ini selalu berada di babak puncak. Tampil perdana pada Sirnas Jakarta bulan mei 2010 bersama Variella Aprilsasi Putri Lejarsari, Jenna langsung merebut gelar juara. Di semifinal keduanya bahkan membuat kejutan dengan menundukkan unggulan utama yang juga merupakan langganan juara Sirnas dan mantan pemain pelatnas, Devi Tika Permatasari/Nadya Melati. Di Sirnas Jawa Barat 2010, pasangan yang sama sekali tidak diunggulkan ini  kembali membungkam pasangan yang sama di babak kedua. Sayangnya pasangan pelatnas lainnya Dwi Agustiawati/Ayu Rahmasari menggagalkan ambisinya untuk meraih gelar juara. Mereka pun harus puas dengan hanya menjadi runner up. Di beberapa turnamen Sirnas lainnya pasangan ini tak pernah terlempar dari babak semifinal. Di Sirnas Tegal 2010 pasangan ini hanya menjadi semifinalis sementara di Sirnas Bali 2010 mereka menjadi runner up.

jenna gozaliDi paruh tahun 2010 ini, empat kali mereka mencicipi turnamen Internasional dengan hasil tak mengecewakan. Di India open Grand Prix Gold 2010 yang dilaksanakan pada bulan juli lalu, mereka mampu menjadi perempat finalis dan hanya kalah di tangan pasangan India yang menjadi unggulan kedua Ponnappa Ashwini/Gutta Jwala. Meski kalah, unggulan kedua ini berhasil dipaksa bermain rubber set. Di turnamen Li Ning Singapore International Series 2010 pasangan ini mampu berbicara hingga partai puncak. Sayangnya di babak final mereka menyerah dari pasangan Korea Selatan Yim Jae Eun/Lee Se Rang dengan 19-21, 12-21. Pada turnamen Sunkist Indonesia International Challende Indocock Djarum Open 2010 yang dilangsungkan di Jakarta, mereka hanya menjadi semifinalis. Namun kejutan mampu di ciptakannya saat menjamu unggulan utama asal Jepang. Miki Yuriko/Yonemoto Koharu di kalahkannya di babak kedua dengan 19-21, 21-19, 21-13. Jenna/Variella hanya kalah dari sang juara, Suci Rizki Andiri/Della Destiara Haris. Satu-satunya kegagalan menjadi pemain yang mampu berada di barisan babak utama di alami mereka saat turnamen Djarum Indonesia Open Super Series 2010. Ketika itu mereka menyerah dari pasangan yang lebih lama menghuni pelatnas Gebby Ristiyani Imawan/Tiara Rosalia Nuraidah pada babak final kualifikasi.

Awal tahun 2010, peringkat Jenna Gozali di ganda putri masih berada pada 167 dunia. Memasuki minggu ke 33, peringkatnya menembus 100an dunia. Saat ini berpasangan dengan Variella, bertengger di peringkat 87 dunia.

Dengan umur yang relatif masih muda, serta kemampuan teknik yang mencukupi, harapan Indonesia untuk memunculkan pemain handal di ganda putri ada pada Jenna Gozali. Kita harapkan. (AR).


Bayu Pulang Dengan Kepala Tegak
Bayu Anggriawan Saputra
Memoar Audisi PB Djarum 2010

Kudus – Pupus sudah harapan Bayu Anggriawan Saputra untuk bisa bergabung bersama PB Djarum, dan mendapatkan beasiswa bulutangkis. Namanya tak lagi ada di daftar pengumuman peserta yang berhak untuk mengikuti masa karantina.

"Tidak apa-apa, saya akan tetap berlatih, dan semoga bisa kembali tahun depan," paparnya saat dihubungi via telepon.

Usai sudah perjuangan bocah asal Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah ini. Ada nada kekecewaan dari suaranya di saluran telepon, namun saya yakin ia bukan seorang pejuang yang pantang menyerah. Saat berjumpa dengannya, saya melihat ada tekad dan keinginan besar di balik matanya untuk mewujudkan cita-citanya.

Ya, ia bercerita ingin bisa bermain di kancah internasional, menjadi kebanggaan keluarganya, warga Luwuk bahkan warga Indonesia. Empat hari perjalanan, menginap di pos satpam, dan akhirnya bernaung disebuah kost-kostan sederhana di sekitar GOR Jati, Bayu lakoni demi audisi.

Ia tak bermewah-mewah, ia datang berdua bersama sang ayah, Agus Muchtar. Agus berujar bahwa ia menabung satu tahun untuk bisa datang ke Kudus. Bayu memang tidak datang dari keluarga mapan. Ia datang dari keluarga sederhana, dengan sang ayah yang menjadi supir angkutan umum dan sang ibu yang sedikit-sedikit membantu dengan berjualan barang seadanya.
Bayu Anggriwan Saputra
Biaya sehari-hari selama audisi pun sebisa mungkin mereka hemat. Mereka makan sepiring berdua di warung nasi yang tak jauh dari tempat kost, dimana biasanya Bayu makan terlebih dahulu, dan jika ia sudah kenyang, sang ayah meneruskan makanan Bayu, “Biar hemat,” papar sang ayah.

Mereka pun hanya mengandalkan sepasang sepatu dan sandal yang ada di kaki mereka untuk transportasi. Meski ada banyak becak, mereka memilih untuk menempuh perjalanan selama 15 hingga 20 menit, agar mereka tak banyak mengeluarkan biaya.

Kadang Bayu terlihat minder bila ia bercengkrama dengan peserta lain. Kadang ia malah hanya terdiam, atau hanya mengobrol dengan sang ayah. Tak banyak yang ia lakukan. Tapi Bayu tetap galak di lapangan, di tahap pertama, tahap kedua, tahap ketiga, dan tahap tes fisik.

Begitulah sebuah pertandingan dan kompetisi. Harus ada yang menang dan harus ada yang pulang. Kali ini Bayu harus puas sampai tahap empat dan pulang kembali ke Luwuk, rumahnya dan keluarganya. Mungkin ini memang bukan jalan yang terbaik baginya, tapi saya percaya, Bayu tidak akan menyerah hanya karena satu kegagalan. Saya pribadi akan selalu mendoakan Bayu, meskipun saya tak banyak mengenal dia. Tiga hari audisi proses audisi yang melelahkan, akan bermanfaat baginya dan menjadi pengalaman berharga untuknya. Selamat jalan Bayu, salam untuk keluarga di Luwuk, dan teruslah berlatih! (IR).